Hukum Adat Dalihan Na Tolu Tentang Hak Waris
HARTA WARISAN YANG TIDAK BISA DIBAGI
Harta warisan yang disebut pusaka di adat budaya Batak ialah milik bersarna sebagai lambang kekeluargaan dan persaudaraan saompu atau semarga. Harta pusaka yang seperti itu tidak dibagi dan inilah yang disebut pusaka tinggi.
Harta pusaka tinggi yang dimaksud adalah yang berikut ini.
1. Golat
Dinamai golat atau tanah marga ialah lahan yang milik kelompok turunan atau marga. Golat atau tanah marga ini disebut juga tanah adat. Biasanya golat, tanah marga atau tanah adat ini dijadikan tempat perburuan, tempat menggembalakan ternak. Bila berupa kolam dijadikan beternak ikan, di mana hasilnya milik bersama. Bisa juga dijadikan membuka perkampungan amok anak-anak manjae.
Penduduk yang tinggal di areal tanah adat atau tanah marga ini disebut sada ulaon adat atau saparadaton. Penduduk yang saparadatan itu lazim juga dinamai sahorja. Beberapa horja bergabung dan bersatu dinamakan bius. Apabila ada pendatang dari luar marga itu dan tinggal di situ disebut namanya na hinomit. Dia disebut na hinomit adalah karma berkelakuan baik. Sebab arti na hi nomit adalah yang dikasihi.
Tanah adat atau golat ini hanya berlaku di bonapasogit, itupun sudah terasa longgar sebagai akibat pembauran marga-marga di satu tempat.
2. Jabu Silaon
Ada yang mengatakan bahwa jabu silaon itu adalah rumah pertama yang didirikan leluhur si pemilik tanah adat itu. Disebut juga namanya jabu parsantian yaitu untuk tempat berkumpul sesama pemilik golat mengadakan ibadah memuja Mulajadi Nabolon.
Di beberapa tempat jabu silaon tidak dikenal, yang dikenal ialah jabu parsantian, yaitu rumah satu ompu yang selalu dipelihara dengan balk dan dijadikan tempat berkumpul sesama bersaudara pada acara-acara tertentu. Jabu parsantian ini bisa juga dibagi seperti sudah dijelaskan di depan, bisa juga diberi hak menempati oleh salah seorang bersaudara. Bahkan belakangan ini dapat diberi hak menempati oleh boru. Karena laki-laki semua pergi merantau.
3. Homban
Homban adalah lahan mula-mula yang diusahakan pencipta golat atau tanah marga itu. Biasanya homban itu di tengah persawahan dan inilah salah satu bukti bahwa orang Batak Toba berbudaya hauma (sawah).
Ada juga yang mengatakan bahwa homban itu adalah nama sejenis mata air yang di sekitanya ditanami bunga-bungaan dan pohon beringin. Mata air yang disebut homban ini adalah milik satu submarga atau satu ompu.
Bila ada homban marga X atau submarga X di satu tempat, itu pertanda bahwa leluhur marga X atau submarga X tersebutlah yang memiliki lahan di sekitar itu pada waktu itu. Tetapi bisa jadi sudah ada yang diberi kepada boru sebagai pauseang atau ulos na so ra buruk. Namun titik tempat homban tetap dikenal dan diakui pemiliknya. Para keturunannya bila masih tetap terpelihara rasa persaudaraannya, mereka memeliharanya bahkan ada yang mengkeramatkannya pada jaman hasipelebeguon.
Keturunan si pemilik homban itu bila membuka perkampungan bare agak jauh dari golat itu, biasanya membawa air dari sumber air itu dan disatukan ke sumber air di kampung yang ditempatinya. Bahkan ke parantauan ada yang membawa satu botol dan dituangkan ke sumurnya.
4. Tambak
Tambak adalah kuburan keluarga yang ditandai dengan pohon beringin. Di mana ada tambak leluhur satu marga atau sate ompu itu berarti tanah di sekitarnya itu adalah tanah keturunannya. Tambak kini sudah ‘berubah menjadi batu na pir yaitu bangunan semen tempat menguburkan mayat dan menyimpan saring saring keturunan satu ompu.
Boru nagojong yaitu marga boru di satu tempat yang telah banyak berbuat jasa dan mengabdi kepada hula-hula pemilik tanah adat di tempat itu, sudah boleh membuat tambak di tempat itu. Boru na gojong di Samosir disebut boru silaon, di Toba Holbung disebut boru sihabolonan, di Barus disebut boru ladang, dan di Dairi disebut boru tano.
Sering orang menyamakan tambak dengan tuga. Kalau tambak tempat berkubur dengan gundukan tanah ditinggikan, batu napir adalah tempat berkubur dan menyimpan tulangtulang. Tetapi tugu bukan tempat berkubur. Tugu dibangun oleh keturunan satu marga atau satu ompu adalah untuk menjalin rasa persaudaraan sesama satu marga atau sesama satu ompu. Nilai yang akan diwariskan bukan bernilai materi, tetapi bernilai perekat sesama satu marga atau satu ompu.